Untuk mengatasi kesulitan ekonomi tersebut maka diberangkatkanlah Johannes Van den Bosch sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan tugas meningkatkan penerimaan negara untuk mengatasi masalah keuangan.
Bagaimana cara Van den Bosch meningkatkan penerimaan negara?
Van den Bosch memberlakukan sistem tanam yang kemudian menjadi tanam paksa.
Peraturan tanam paksa yang dikeluarkan Van den Bosch mewajibkan rakyat membayar pajak dalam bentuk hasil pertanian (inatura) khususnya kopi, tebu dan nila. Dengan demikian akan diperoleh barang eksport yang banyak untuk dikirim ke Belanda dan dijual ke Eropa serta Amerika .
Ketentuan-ketentuan pokok tanam paksa adalah sebagai berikut :
- Penduduk diharuskan menyediakan sebagian tanahnya untuk tanaman yang laku dijual (di eksport) ke Eropa.
- Tanah yang dipergunakan tidak melebihi 1/5 tanah yang dimiliki penduduk desa.
- Waktu untuk memelihara tanaman tidak melebihi waktu yang diperlukan untuk memelihara tanaman padi.
- Bagian tanah yang ditanami tersebut bebas pajak.
- Bila hasil bumi melebihi nilai pajak yang harus dibayar rakyat maka kelebihan hasil bumi tersebut diberikan kepada rakyat.
- Jika gagal panen yang tidak disebabkan oleh kesalahan petani maka kerugian di tanggung pemerintah
- Penduduk yang bukan petani wajib bekerja di kebun, pabrik atau pengangkutan untuk kepentingan Belanda.
Jika tanam paksa diterapkan sesuai peraturan tidaklah terlalu membebani rakyat. Dalam prakteknya terjadi banyak penyimpangan sehingga rakyat dikorbankan. Mengapa demikian? Karena adanya iming-iming agar para Bupati, Kepala desa serta pegawai Belanda yang bekerja dengan sungguh-sungguh akan diberi perangsang yang disebut Culture procenten yaitu bagian (prosen) dari tanaman yang disetor sebagai bonus selain pendapatan yang biasa mereka terima.
Contoh penyimpangan adalah tanah yang dipakai bisa lebih dari 1/5 bagian, selisih harga tidak diberikan ke petani, kegagalan panen ditanggung petani. Rakyat masih diwajibkan kerja rodi. Dengan penyimpangan tersebut para aparat pemerintah dan Bupati dapat mengumpulkan Cultur procenten yang banyak untuk memperkaya diri di atas penderitaan rakyat. Terjadi kemiskinan, kelaparan dan kematian. Contoh di Cirebon (1844), Demak (1848), Grobogan Purwodari (1849).
Adakah dampak positif tanam paksa? Bagi bangsa Indonesia mulai dikenal tanaman baru serta cara memeliharanya serta meningkatkan pengairan.
Penyimpangan terhadap aturan tanam paksa menimbulkan reaksi, berbagai pihak menuntut dihapuskan. Reaksi terhadap penyimpangan tanam paksa antara lain datang dari:
Golongan humanis yang berjuang untuk kemanusiaan yaitu :
Baron Van Houvel, seorang pendeta yang mengungkapkan kesengsaraan rakyat akibat tanam paksa baik di majalah, forum pertemuan maupun di DPR Belanda.
Eduard Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli (berarti Aku yang banyak menderita) yang gambarnya dapat dilihat pada Buku karangannya berjudul Max Havelaar atau Lelang kopi Persekutuan Dagang Belanda tahun 1859. Ia melukiskan penderitaan rakyat akibat tanam paksa.
Golongan pengusaha swasta
Belanda yang menghendaki adanya kebebasan berusaha di Indonesia melalui sidangParlemen di Belanda.
Dampak kritikan tersebut tanam paksa mulai dihapuskan secara bertahap contohnya pada tahun 1865 tanaman nila, teh dan kayu manis yang kurang menguntungkan.
Tahun 1866 tembakau. Tebu tahun 1884, dan terakhir adalah kopi tahun 1916. Tanam paksa berhasil menutup defisit dan meningkatkan kemakmuran bangsa Belanda. Sehingga tepatlah ungkapan yang berbunyi “Indonesia adalah gabus tempat mengapung“ bagi Belanda
0 Komentar untuk "Sistem Tanam Paksa di Indonesia"